Salam Teater.. !!
Hey.., Hey., kembali lagi malam ini masih dengan aku, tary cheallic. masih ingat dengan postingan aku beberapa hari lalu? kalo masih sekarang aku mau share buat kamu para pecinta puisi. disini ada beberapa pilihan puisi yang akan diikutsertakan dalam AMUK TEATER SUMUT ke-12. check this out..
Puisi Pilihan
Lomba Musikalisasi Puisi
Amuk Teater ke-12, Teater
LKK Unimed
kategori usia 11-18 tahun
Atas Danau
karya R.P
Sitanggang
Dari Parapat
melengkung ujung pulau
kutemu keasingan
dunia baru
Dari Parapat
lewat danau
kutemu rindu
lampau
Terlalu asing,
terlalu haru
bukit kering
musim kemarau
danau bening,
kasih bening
matahari
menyingsing, air mata kering
duka hilang
kembali hati cerlang
Dari Parapat
keliling danau
dari Parapat
lewat danau
rindu kutemu,
keasingan lampau
56-59, Samosir
Sumber: Buku Puisi Temu Sastrawan Sumatera Utara 1977; hlm. 37; *R.P Sitanggang, penyair Pematangsiantar.
Bagan Asahan
karya Sangkot
Nongah S
ombak-ombak
kecil
datang dari
jauh
sebaris nelayan
pun berlabuh
putih-putih
gelombang
bagai sebilah
pedang
waktu siang
pendapatan
berbilang
pelabuhan
terbentang
penjaga menanti
kerut muka
bagai hantu
peri
nelayan
terbata-bata
kesempatan
terbuktunjukkan buku tua
penjaga membuka
senyum sinis
karena ada
apa-apa
bagan asahan
ini sayang
kampungku dan
dusunku
mengharapkan
kasih sayang
orang tua
pencari kepah
sehari suntuk
dibuai gelombang
miring bahunya
mengepit galah
sesak napasnya
hitam kulitnya
dijemur terik
kepah yang
dikeruk
tak sebanding
lumpur
yang didapat
itulah engkau
pencari kepah
berembun pergi
Sumber: Buku Puisi Temu Sastrawan Sumatera Utara 1977; hlm. 25; *Sangkot Nongah S, penyair Tanjungbalai.
Kampung Hujan
—padangsidimpuan
karya Hasan Al Banna
adakah langitmu
senantiasa mengasah pisau
tajam dan
berkilau
mengirim irisan
hujan ke pekarangan
menanam rindu ke
kenangan
aku tak pernah
mengenal setangkup payung
tiada jas hujan
di almariku
aku bukan
pengintai tempat berlindung
rindang pohon
bukan hilir pelarianku
pakaianku dirajut
dari kumparan angin
kain selimutku
terbuat dari daging kabut
di sini, anak-anak
hujan memahat liuk jalan
sampai ke pintu
rumah
di kejauhan,
inang hujan mengasuh lungkup bukit
dan lentang
sawah-ladang
adalah gelipur
lumpur
yang mengukir
kakiku sekokoh jati
ialah gemulai
sungai
yang menempa
tubuhku setangguh batu
o pinak-pinak hujan
itulah air mata
haru ibuku
o anak lelaki
yang didekap ibu
itulah perantau
perindu, aku
Medan, 2009
Sumber: Majalah Horison 2011.
Puisi Pilihan
Lomba Baca Puisi
Amuk Teater ke-12, Teater
LKK Unimed
kategori usia
15-22 tahun
Romansa Sungai Deli
karya S. Ratman
Suras
Di jantungku
engkau bedetak tenang
mengalir jernih
sampai ke laut biru
membawa kabar
damai dari hutan-hutan
pada kediaman
gunung yang diam menghijau
tanah-tanah
gembur, sawah ladang subur
tebu, karet,
sawit, dan tembakau
membuat dunia
terpukau
Engkau terus
berdesir bersama semilir angin
nyanyian air
yang jernih sampai ke hilir
bermuara pada
hati laut yang biru
menampung segala
resah jadi rindu
hilir-mudik
perahu kayu membawa kabar
dari
bandar-bandar besar
Wahai, Tuanku
Guru Patimpus yang perkasa
datang dari
Haro, di pertemuan muara Babura
mulai membangun
huta-huta, menggambar dunia baru
di atas rumah
panggung, berdirilah sebuah kampung
Di jantungku
engkau terus berdetak
mengalir keruh
sampai ke laut pilu
menampung segala
rindu jadi sendu
hilir-mudik
perahu kayu, dan kampung yang tumbuh
jelas terukir di
abad-abad yang membatu
di hatimu
Sei Belutu, 2009
Morsala
karya Teja Purnama
Morsala, masih kudengar Sikambang Bandahari meratap
di balik batu kehilangan Tuan Puteri. Duka pun
sepanjang gelombang
tak henti berkisah pada pasir pantai.
“Jangan sentuh aku, Janggi
Tubuh dan hatiku untuk sorga
Kujaga sepenuh nyawa.”
Janggi hitam
Hitam hatinya dibakar nafsu
Terkutuk jadi batu
dipukul tongkat akar bahar
Tuan Puteri
Air mata menggulir pipi
Tempuling sembilu menancap jiwa, pilu.
Betapa siksa kecantikan
Betapa mahal kehormatan
Sesaat-saat
hampa bertambah hampa
Dijemputnya musim
yang bertaut
di laut
Morsala, di balik karang nama Tuan Puteri
menyembunyikan tangis? Aku lihat air matanya
mengudara,
mengambang
jadi mendung di kota yang memajang kehormatan
di etalase mimpi memanggil-manggil pembeli.
Morsala, Morsala
Biarlah aku abadi di sini
dalam ratapan Sikambang
merajut rindu
jadi sajadah
* * *
Medan Putri
karya M. Raudah
Jambak
Dan
kepadamu aku
bercerita
kepadamu
segalanya kukisahkan
akulah si Guru
Patimpus itu
mewariskan si
Kolok
bermata
pencaharian si sepuluh dua kuta
bertani dan
menanam lada
akulah si Guru
Patimpus itu
mewariskan si
Kecik
menenun ilmu
berguru ke Datuk kota Bangun
maka,
kepadamu aku
serahkan
kepadamu sebuah
kota didirikan
antara sungai
Deli
sampai sungai
Babura
sebuah benteng
bersisa dinding
lapis bentuk bundaran,
cikal bakal
si kampung Medan
Oiii,
Akulah si Guru
Patimpus
semua duri
kubuat hambus
semua onak
kubuat mampus
dan
kepadamu aku
bercerita
di tanah deli
ini medan putri berdiri
maka,
kepadamu aku
serahkan
sebagai catatan
dalam ingatan
Medan, 2009
Sumber: A Rahim Qahhar
dkk, Sketsa Kota, Dewan Kesenian
Medan; hlm 22, 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar